Jumat, 06 Juni 2008

Sistem Pendidikan Kita Baru Bisa Baca Tulis

Untuk mewujudkan sistem pendidikian kita yang idal belum tuntas juga, masih sebatas wacana dan angan-angan. Padahal negara tetangga sudah lebih maju dari negeri kita, kalau dilihat dari sejarah pada tahun 70an kita pernah menjadi salah satu negara tujuan menuntut ilmu dari negara-negara tetangga. Sekarang malah sebaliknya, kita yang menuntut ilmu ke negara mereka, karena kualitas dan sistem pendidikannya sudah maju. Dalam perkembangannya bahkan negara yang diangga tertinggal dan menghadapi masalah dengan lonjakan penduduk seperti India sudah mampu menciptakan tenaga-tenaga ahli di bidang teknologi. Apa yang salah dengan sistem kita ?, anggaran pendidikan sudah ditambah, para pemimpin sudah cerdas bahkan sudah merasakan sistem pendidikan luar negeri, pembuat kebijakan sudah melakukan riset ke berbagai negara-negara yang sistem pendidikannya sudah maju, hasilnya apa ?. Masyarakat sudah banyak berharap sistem pendidikan kita diperbaiki, tapi nggak kunjung ada jalan keluarnya. Seperti ikut larut dalam krisis ekonomi, semua mahal, pendidikan juga ikut melambung tinggi. Rendahnya kualitas pendidikan kita sudah terlihat dari sistem ujian kita, dan hasilnya juga berdampak pada siswa yang di hasilkan. Lihat saja siswa/siswi lulusan SMU atau sederajat pasti belum siap kerja, lulus SMU nggak tahu mau jadi apa, nggak tau mau kerja apa dan masih buta masalah kompetensinya ada dimana. Padahal sudah belajar dari SD 6 tahun, SMP 3 tahun ditambah SMU 3 tahun. Kita belajar selama 12 tahun malah tambah bingung bukan tambah cerdas. Kalau dicermati metoda pengajaran yang diterapkan para tenaga didik kita saat ini sangat monoton dan tidak mengembangkan daya pikir siswa. Terkadang pelajaran yang sudah ada tertulis dalam buku cetak masih disuruh menyalin kembali. Kalau yang disalin itu berupa rangkuman materi atau pengembagannya tidak masalah, tapi sama persis dengan buku cetak yang sudah dipegang murid, ini kan buang waktu. Kalau metoda belajarnya saja sudah salah, bagaimana kita dapat mengharapkan lulusan siswa yag handal. Belum lagi kalau buat soal, jenis pertanyaanya lebih kepada hafalan seorang tokoh, nama atau istilah, seharusnya jenis soalnya mengarah kepada analisis pemahaman yang mengundang imajinasi dan berfikir kreatif siswa. Satu contoh soal yang umum “Siapakah menteri pendidikan kita ?”, jawabannya pasti dihafalin. Seharusnya pertanyaanya, “Kalau kamu jadi menteri pendidikan apa yang akan kamu lakukan untuk memperbaikin mutu pendidikan kita ?, jawabannya tidak ada dalam buku teori manapun, tapi siswa pasti bisa memberikan jawaban walaupun tidak seideal yang kita inginkan, jangan diukur dari pemikiran kita sebagi guru, tapi kita nilai sebagai anak yang sedang belajar di usianya. Sebab pelajaran analisa itu sudah terjadi sejak mereka masuk SD. Kenapa tidak berani membuat pertanyaan yang mengarah kepada analisa/sudut pandang seorang murid. Kecuali yang exacta karena ini ilmu pasti dan pakai rumus. Sepertinya kita terlena dengan sistem lama, tidak mau merubah dan meng-ugrade pengetahuan cara mengajar yang baik. Bila hal ini tidak dilakukan maka akan selalu ketinggalan. Karena calon siswa kita setiap era pati akan berbeda daya pikirnya. Coba saja kita lihat sikap murid kepada guru di era 90an murid ketemu muka dengan guru di jalan pasti murid menghindar, karena santunnya. Karena kesantunanya sampe dikelaspun murid nggak berani ngomong atau memberikan pendapat yang berseberangan dengan guru takut dinilai nakal atau pemberontak yang nantinya akan mengancam ketidak lulusan. Dalam posisi itu juga guru semakin membentuk diri orang yang harus dipatuhi dan ditakutin. Kalau siswa sudah tidak takut lagi, pasti dipukulin atau tidak dilulusin. Amat berbeda dengan sikap mental murid-murid sekarang, mereka sudah mulai berani berbicara, memiliki pendapat sendiri. Dan sikap terhadap guru juga berbalik dengan era 90an, murid sekarang kalau sudah dilaur jam sekolah cenderung cuek, murid beranggapan guru kan cuma disekolah, kalau diluar ya bebas punya aktivitas masing-masing. Kita bandingkan lagi dengan metoda pengajaran guru dari luar negeri, posisi guru disana begitu harmonis dengan anak didiknya. Guru dapat sebagai teman, penyelia, pemberi solusi dan tempat memecahkan masalah. Bukan sebagai seorang yang punya jabatan, semua harus patuh terhadap perintahnya.Walaupun tidak semua guru masih menggunakan cara-cara lama dalam mendidik para siswanya, pasti ada penyebab dari pembentukan karakter guru di negeri ini. Apa yang membentuk ?, yaitu sistem, sistem akan membetuk karakter secara sistematis karena mereka da dalam sistem. Lalu kenapa karakternya dianggap kurang bagus ?, berarti sistemnya yang kurang bagus, makanya perlu di upgrade. Dan siapa yang berwenang memperbaiki, otomatis yang membuat sistem. (pay)

0 komentar: